Pendahuluan
Kajian
Semantik memang selalu menarik untuk diteliti. Semantik adalah cabang dari
linguistik yang memfokuskan kajiannya pada makna bahasa. Tentu, hal ini sangat penting. Kita tidak akan terlepas dengan
yang namanya makna (sense) dan arti (meaning). Tuturan dan kalimat yang
dihasilkan manusia melalui bahasa lisan maupun tulis memiliki makna. Lyons
(1995) mengatakan bahwa, “semantic is
traditionally defined as the study of meaning”.
Penelitian
terhadap fenomena bahasa selalu ditingkatkan dalam usaha pengembangan kajian
bahasa yang selalu berkembang mengikuti jaman. Pada kajian Semantik ini,
berawal dari sebuah pernyataan bahwa bahasa sebagai sistem tanda. Hal ini
mempengaruhi keberadaan bahasa yang memiliki pola dan kaidah. Ferdinand de
Saussure dikenal dengan teorinya yaitu dalam penggunaan signifier dan signified. Signifier adalah aspek bentuk dari tanda
dan signified adalah aspek semantik
dari tanda. Dalam makalah ini, ada beberapa hal yang akan dibahas guna
memberikan gambaran lebih lanjut terhadap semantik. Makalah ini akan fokus pada
penjelasan arti (meaning), makna (sense), referen (referent), denotasi (designation),
dan proposisi (proposition).
Arti (Meaning)
Tentu kita tidak akan berkomunikasi
tanpa arti. Unit-unit bahasa dirangkai baik itu melalui kata atau kalimat.
Bersama dengan peran mereka, unit-unit bahasa tersebut memiliki arti. Ada
banyak pendapat mengenai arti ini. Hal ini disebabkan karena produksi bahasa
begitu sangat luas. Guna menemukan deskripsi tentang arti, Lyons (1995:40)
dengan inovatif membuat intisari tentang beberapa macam teori untuk menjawab
pertanyaan “apakah arti itu?”.
1.
Teori referensial/denotational
Arti dari suatu ekspresi adalah kepada
apakah suatu hal itu menunjuk (denotes).
2. Teori
Ideasional/Mentalistik
Arti dari suatu ekspresi adalah ide atau
konsep yang diasosiasikan dengan suatu hal dalam pikiran seseorang yang
mengetahui ekspresi itu.
3. Teori
Behavioris
Arti dari suatu ekspresi adalah stimulus
yang membangkitkan hal tersebut atau respon atas apa yang hal tersebut
timbulkan. Bisa juga hasil kombinasi keduanya. Kejadian tertentu dari sebuah
tuturan.
4.
The
Meaning-is-use Theory
Arti dari suatu ekspresi ditentukan oleh
penggunaannya dalam bahasa (bila tidak identik)
5.
The
Verificationist Theory
Arti dari suatu ekspresi ditentukan oleh
kemampuan memverifikasi (verifiability) dari kalimat, proposisi yang ada
didalamnya.
6. Teori
Kebenaran Kondisional
Arti dari suatu ekspresi adalah
kontribusinya pada kebenaran kondisional dari kalimat yang dikandungnya.
Makna (Sense)
Disaat kita akan mengutarakan
sesuatu, pasti kita memiliki konsep sebelum hal itu dituturkan. Hal ini yang
sering disebut sebagai makna. Sebuah kerangka deskripsi dari suatu hal yang
dengan logis dapat dibahasakan. Wijana dan Rohmadi (2008:11) berpendapat bahwa
makna (sense) adalah konsep abstrak
pengalaman manusia tetapi bukanlah pengalaman orang per orang. Berbeda dengan
symbol maupun referent, makna akan merujuk kepada wujud non-fisik dalam sebuah
tuturan.
Istilah makna ini kemudian
disimpulkan dengan sebuah konsep dalam pikiran manusia. Ogden dan Richards
(dalam Parera 2004:46) menjelaskan lebih rinci pada apa yang dimaksud dari
makna. Makna dikatakan sebagai hubungan antara reference dan referent yang
dinyatakan lewat symbol bunyi bahasa baik berupa frase atau kalimat. Lebih
jelasnya lagi, makna didefinisikan sebagai kumpulan atau jaringan dari
hubungan-makna antara ekspresi tersebut dengan ekspresi lainnya dari bahasa
yang sama. Inilah sebabnya, makna bersifat inter-leksikal dan hubungan
inter-lingual sebagai sistem bahasa internal yang utuh. Hal ini ternyata
berbeda dengan denotasi. Meskipun denotasi sebagai makna sebenarnya, tetapi
hanya menghubungkan ekpresi pada kelas-kelas entitas di dunia.
Referent
Istilah
ini akan lebih mudah dipahami saat kita melihat segitiga makna yang
dipopulerkan oleh Ogden dan Richards. Dua linguis ini membuat sebuah penemuan
yang mengesankan. Konsep ini kurang lebih hampir sama dengan segitiga Ullman.
Oleh karena itu, konsep ini sering digunakan penulis dalam menjelaskan hal-hal
yang berkaitan dengan kajian semantik.
Pada
gambar itu ada symbol yang memfokuskan pada kata sebagai bahasa simbolik. Jadi
ketika sebuah kata yang ditulis atau diucapkan akan memiliki makna untuk
merujuk kepada sesuatu diluar bahasa. Sebagai contoh, kita membaca tulisan
‘kursi’ dalam sebuah teks. Maka, kita akan menghubungkannya pada sebuah benda
yang berdasarkan pengalaman kita, pernah melihat ataupun menggunakannya.
Konteks fisikal inilah yang kemudian disebut referent. Tetapi dalam
perkembangannya, konsep Ogden dan Richard lebih cocok untuk sebuah kata benda
‘yang konkrit’, bukan kata emotif. Kata emotif lebih sulit untuk dipahami
secara lebih jelas karena telah dicampuradukkan dengan emosional, diplomatic
dan gangguan lain. Sebagai contoh kata rajin, baik, kebebasan, kesetiaan. Istilah
reference memiliki maksud pada symbol
bahasa dan rujukan. Sebagai contoh, kita bisa menyebut ‘Ir. Sukarno’ atau
‘Presiden RI yang pertama’ guna merujuk pada
referent yang sama. Dengan contoh yang telah diberikan ini kita bisa lebih
mengerti apa yang dimaksud dengan
reference dan referent.
Denotasi (Designation)
Denotasi
memiliki pengertiaan sebagai penggunaan bahasa untuk keperluan informatif.
Artinya, denotasi akan menunjukkan rujukan yang empiris. Oleh karena itu, akan
tampak sebuah ‘kebenaran’. Keberadaan denotasi tidak bisa dipisahkan dengan
keberadaan konotasi yang lebih dipengaruhi nilai emotif dalam mengutarakan
bahasa. Wijana dan Rohmadi (2008:23) memberikan contoh yang mudah dimengerti. ‘Wanita’
dan ‘perempuan’ memiliki makna denotatif yang sama, tetapi memiliki nilai
emotif yang berbeda. Banyak orang mengatakan bahwa denotasi merupakan makna
yang sebenarnya dan konotasi adalah sebaliknya. Mungkin bisa dikatakan benar,
mudahnya memang begitu. Hal ini disebabkan karena konotasi lebih didominasi
nilai emotif pada suatu bentuk kebahasaan. “Istilah denotasi berasal dari de- yang memiliki arti ‘tetap wajar’.
Istilah ini berbeda dengan ko- pada
konotasi yang berarti ‘bersama yang lain, ada tambahan lain terhadap notasi
yang bersangkutan” (Parera 2004:97).
Proposisi
Penggunaan logika berpikir dalam
menafsirkan tuturan ternyata juga digunakan dalam linguistik, khususnya
semantik. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan proposisi. Parera (2004: 263)
mengatakan, “Proposisi dikatakan sebagai satu tutur yang melukiskan beberapa
keadaan yang belum tentu benar atau salah dalam bentuk sebuah kalimat berita”.
Berikut ini contohnya:
Proposisi : (1) Pak Kadir membaca buku ini
beberapa kali.
Kalimat : (1) Pak Kadir membaca buku itu
beberapa kali.
(2) Buku itu beberapa kali dibaca Pak Kadir.
(3) Beberapa kali Pak Kadir membaca buku itu.
(4) Beberapa kali buku itu dibaca Pak Kadir.
Contoh
ini membuktikan bahwa suatu peristiwa dapat diungkapkan dalam bahasa dengan
berbagai macam tuturan. Bahasa begitu tampak fleksibel disini. Dengan
menggunakan logika, peristiwa yang dimaksud akan sama.
Kesimpulan
Poin-poin yang telah dijabarkan
tersebut adalah beberapa hal yang menjadi kajian dalam semantik. Berbagai teori
telah ditemukan untuk menemukan apakah arti itu sebenarnya. Keberadaan meaning sangat berkontribusi pada referent sebagai aspek diluar bahasa
yang sedang dibicarakan atau dimaksud. Adanya denotasi memberikan sebuah makna
yang sebenarnya dimana membuktikan suatu entitas di dunia yang wajar adanya.
Semua hal itu dapat kita utarakan dalam sebuah proposisi untuk mengungkapkannya
dalam bahasa yang ternyata dapat diproduksi melalui berbagai macam cara melalui
kalimat.
Referensi
Adisutrisno, Prof.Dr. D. Wagiman. 2009. Semantics: An Introduction to the Basic
Concepts. Yogyakarta: Andi.
Lyons, John. 1995. Linguistic Semantics. Cambridge: Cambridge University Press.
Parera,
J.D. 2004. Teori Semantik. Jakarta:
Erlangga.
Wijana dan Rohmadi. 2008. Semantik: Teori dan Analisis. Surakarta:
Yuma Pustaka.