A. Pendahuluan
Manusia memiliki keunikan yang tidak
bisa disamakan dengan mahluk lain. Tuhan telah memberkatinya dengan keberadaan
emosi dan hati. Emosi tidak hanya diasosiasikan pada sesuatu yang negatif.
Tetapi juga kesungguhan dalam melakukan sesuatu. Itu adalah emosi yang positif.
Keberadaannya menggerakkan tubuh untuk mengerahkan sekuat tenaga guna mencapai
tujuan yang diharapkan. Thomas Aquinas, seorang filsuf Eropa abad pertengahan,
emosi pada dasarnya adalah sesuatu yang baik. Keberadaannya diikuti oleh
hasrat. Keduanya ada dalam diri manusia secara alamiah, dan membantu manusia
untuk mencapai kebaikan[1]. Dalam
penerapannya, emosi positif tentu juga digerakkan oleh hati sebagai bagian yang
terpenting atas sempurnanya manusia dari ciptaan Tuhan yang lain. Inilah yang
membuat manusia lebih beradab. Hati disimbolkan sebagai penunjuk adanya
spiritualitas,emosi, dan moral. Di masa lalu, hati juga di percaya sebagai
pusat kecerdasan manusia[2]. Emosi dan hati adalah dua hal yang tidak bisa
terpisahkan.
Mengapa emosi dan hati ini perlu
diatur dengan baik dan bijaksana? Mari kita melihat pada kenyataan. Sejarah
telah membuktikan bahwa emosi dan hati yang tidak bisa dikendalikan dan diatur
dengan baik menyebabkan kehancuran. Tuhan telah menciptakan kita berbeda-beda
agar saling mengenal. Tetapi perbedaan ini malah dianggap sebagai bentuk
persaingan yang harus dimenangkan. Dimana hati manusia terhadap sesama yang
telah diciptakan dengan indahnya dan sebaik-baik bentuk? Sudah berapa korban
yang telah berjatuhan dalam keinginan mereka untuk memenangkan persaingan terhadap
perbedaan ini? Sejarah Perang Dunia I dan II telah diakui sebagai tindakan
bodoh orang-orang yang haus akan wilayah kekuasaan dan harta. Kenyataannya,
mereka tidak mendapatkan itu semua. Hanya kemiskinan, kebodohan dan sikap
saling tidak percaya yang ada. Itulah perang.
B. Permasalahan
Dalam makalah ini, akan disampaikan
tentang manusia terhadap hadirnya persaingan diantara mereka. Bagaimana bentuk
persaingan yang tampak saat ini? Hal-hal apa saja yang menjadi masalah sehingga
disebut sebagai persaingan? Pada setiap individu, apa yang sebaiknya dilakukan
agar tidak terjerumus dalam persaingan yang sudah tidak karuan saat ini? Secara
ringkas, penulis berusaha untuk menjabarkannya dengan didukung oleh pengetahuan
filsafat yang dia miliki. Filsafat melatih kepekaan kita terhadap suatu hal.
Dengan makalah ini, kepekaan itu ditulis.
C. Pembahasan
1. Persaingan Ekonomi di Masa Kini
Kehadiran ekonomi sebagai sektor
pembangunan suatu bangsa begitu penting saat ini. Ditengah derasnya terpaan
negara-negara maju yang telah beberapa langkah lebih maju, negara-negara
berkembang seperti Indonesia menghadapi situasi yang penuh tantangan.
Negara-negara berkembang lain juga begitu, sudah berapa lama mereka memimpikan
kemapanan ekonomi muncul. Memang organisasi perekonomian regional maupun dunia
telah didirikan guna menghadapi krisis ekonomi dan diharapkan dapat saling
membantu negara-negara anggota yang telah bergabung. Tetapi apakah kehadirannya
menjamin kerjasama yang baik dan tulus ikhlas? Sudah bertahun-tahun beberapa
negara berkembang bergabung, apakah mereka memperoleh perekonomian yang
membaik? Bagaimana dengan solidaritas yang diharapkan? Tercipta kah? Perhatikan
kembali pada 2 hal yang telah disebutkan pada pendahuluan tadi: emosi dan hati.
Kecenderungan untuk menggunakan emosi demi mendapat keuntungan sepertinya
memanfaatkan organisasi-organisasi ini. M. Proudhon berpendapat bahwa
persaingan dalam ekonomi adalah
emulasi dengan bersasaran
laba[3].
Bagaimana pun negara maju masih mendominasi. Hal ini juga terlihat dalam
pengambilan keputusan. Begitulah rumitnya tantangan pada hubungan antar negara,
khususnya di bidang ekonomi ini. Masih terdapat celah yang dimanfaatkan demi
mengeruk keuntungan, seperti kemampuan memenuhi komoditas tertentu, maupun
kelemahan pada item tertentu pula. Dua hal ini adalah hal-hal yang begitu rumit
untuk menentukan keputusan bersama. Yang satu ingin tetap untung, dan yang lain
sunggh-sungguh mengharapkan. Hati ini sebaiknya merangkul bersama, sebagai
bagian kesatuan yang harmonis. Adanya dominasi, maka persaingan itu pun
ternyata berada dibalik kerjasama.
2. Berpikir dan Berinovasi
Hal berikutnya yang terjadi adalah
pada ranah pemikiran. Saya yakin bahwa pemikiran saat ini sudah berbeda dengan
era perang dunia yang menggunakan konsep ideologi sebagai perbedaan yang harus
ada pemenangnya. Sebaiknya, kembalilah kita kepada pemikiran sebagai layaknya
manusia berfikir untuk bertahan hidup. Cukuplah sudah pertarungan ideologi
antar negara sebagai bentuk keinginan atas eksistensi mereka di masa lalu. Gunakan
konsep seperti filsafat. Filsafat hadir melalui kepekaan terhadap alam. Alam
inilah tempat kita tinggal. Maka kita harus mengetahui dan memaknainya. Pemikiran
di abad modern dimana manusia saling berkompetisi membutuhkan akal sebagai alat
untuk bertahan hidup, memutar otak untuk mencari solusi dan menghadapi
tantangan. Penggunaan akal untuk menemukan cara bertahan hidup ini memasuki
tahap baru dalam berfikir yaitu berinovasi. Sejarah telah mencatat
penemuan-penemuan oleh para ahli bersifat ekslusif. Yaitu benar-benar berasal
dari pemikiran yang dalam atas niat bertahan hidup dan menemukan kemudahan
dalam hidupnya. Bentuk ekslusif ini tampaknya kemudian bercampur dengan politik
setelah dimulainya perang dunia hingga perang dingin. Hal ini memunculkan
tentang makin banyaknya penemuan yang bersifat inklusif yang secara masif
diciptakan.
Dengan menggapai kesuksesan dalam
penemuan-penemuan, hal ini bisa dimanfaatkan sebagai asset. Kekayaan suatu
negara bisa berasal dari partisipasi warga negaranya dalam menggunakan ilmu
pengetahuan guna menciptakan innovasi teknologi. Berawal dari sini lah semangat
bersaing tampak lebih sehat. Apalagi penemuan itu adalah satu-satunya dan
berperan penting dalam memajukan negara. Indonesia masih membutuhkan banyak
penemuaan untuk memajukan sektor pertanian dan perairan yang melimpah. Ini
membuktikan bahwa persaingan tidak hanya dengan kontak fisik. Kekuatan berfikir
mampu menjawab tantangan itu. Lihat saja negara-negara di Eropa dan Amerika
yang sudah terkenal akan penemuan-penemuan dari banyak ilmuwan disana. Selain
militer yang kuat, negara-negara tersebut dapat menguasai dunia melalui
hasil-hasil penemuannya sehingga tidak menutup kemungkinan beberapa negara bisa
tergantung padanya. Negara-negara tersebut, yang kaya akan penemuan dari
pengaplikasian ilmu pengetahuan, telah mendapatkan posisi yang penting di
dunia. Negara Jepang dikenal dengan otomotifnya, Kanada dengan helikopternya,
Rusia dengan pesawat tempurnya, dan Amerika dengan ekspedisi luar angkasanya.
3. Hadapi Derasnya Tantangan Alam
Penjelasan diatas telah membuka
pemahaman kita terhadap persaingan dalam lingkup yang besar. Bagaimana dengan
yang kecil? Lingkup persaingan yang lebih kecil berasal dari kemampuan manusia
dalam menghadapi persaingan dengan alam. Alam ini memang banyak tantangannya.
Yang dimaksud disini bukanlah alam dalam arti sempit, seperti hutan. Tetapi
alam yang dimaksud adalah kehidupan. Kehidupan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari modus eksistensi manusia[4]. Persaingan
yang melibatkan individu ini melibatkan cara yang dilakukan guna menghadapi
berbagai masalah hidup. Bersaing dengan ganasnya kehidupan. Manusia harus bisa
dinamis dan berusaha mengembangkan diri. Dari kenyataan ini, manusia akan
dibawa pada sikap bersaing melawan keberadaan kemiskinan dan kebodohan. Banyak
orang menyerah dari persaingan itu, lalu mereka hanya bisa menganggur dan
meminta-minta. Tidak sedikit pula yang malas belajar dan terpengaruh zona
nyamannya, kemudian membawa mereka pada kebodohan. Ilmu yang didapat tidak
diterapkan secara nyata, bahkan mereka lupa bahwa kehidupan yang masih
dirasakan ini masih panjang. Apabila manusia kalah dengan alam tempat mereka
hidup, mereka akan menghadapi apa yang bisa disebut juga sebagai “kematian”.
Kematian dalam hal apapun. Mati dalam kreatifitas, mati dalam semangat dan mati
dalam perannya diantara manusia lain bahkan tenggelam dari peradaban karena
sejarah juga tidak akan mencatat mereka di masa yang akan datang.
D. Kesimpulan
Beberapa hal yang telah dijelaskan
diatas adalah beberapa bentuk persaingan. Diawali dengan bentuk persaingan yang
terang-terangan seperti dalam perang, persaingan memasuki babak baru dalam
penerapannya. Permasalahan politik yang haus akan kekuasaan sepertinya juga
tidak bisa berbuat apapun tanpa keadaan ekonomi yang mapan. Pemanfaatan celah
atas satu sisi sebagai kemampuan yang terlah terpenuhi dan kelemahan item-item
tertentu disisi lain. Ketika perekonomian masih didominasi oleh negara-negara
maju yang kuat diberbagai sektor. Persaingan yang bisa dilakukan adalah melalui
pemikiran. Kita telah diberkati akal oleh Tuhan untuk berpikir. Pemberdayaan
pikiran oleh setiap individu menghasilkan semangat akan hidup menghadapi alam.
Tantangan semakin besar, seiring
dengan berkembangnya peradaban. Dinasti yang kokoh dan tak tertandingi pada
jaman dahulu, seperti Yunani, Romawi, Ottoman, hingga Majapahit akhirnya runtuh
juga. Tentu kita tidak ingin terjadi juga pada diri. Akal harus bisa mengatasinya.
Apalagi pesaing semakin banyak dengan motif dan tujuan tertentu. Atur diri kita
dengan bijaksana dengan melibatkan hati sebagai ciri khas yang membedakan
manusia dengan mahluk hidup lain.
DAFTAR PUSTAKA
Arif,
Oesman. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Filsafat
Timur dan Barat : Bangsa Yang Ingin Maju Perlu Belajar Ilmu Filsafat.
NN.
Kemiskinan Filsafat Karl Marx (1847):
Metafisika Ekonomi-Politik – Persaingan dan Monopoli. Hal 2 (e-Book)
Wattimena,
Reza A.A. Hasrat dan Emosi Manusia.
http://rumahfilsafat.com/2012/05/19/thomas-aquinas-tentang-hasrat-manusia/#more-2317
(diakses tanggal 11 Desember 2013)
Wikipedia.
“Hati”.
http://id.wikipedia.org/wiki/Hati_(simbol) (diakses tanggal 11 Desember 2013)
[1]
Wattimena, Reza A.A dalam “Hasrat dan
Emosi Manusia”. http://rumahfilsafat.com/2012/05/19/thomas-aquinas-tentang-hasrat-manusia/#more-2317
(diakses tanggal 11 Desember 2013)
[2] Wikipedia. “Hati”. http://id.wikipedia.org/wiki/Hati_(simbol)
(diakses tanggal 11 Desember 2013)
[3] Kemiskinan Filsafat Karl Marx (1847):
Metafisika Ekonomi-Politik – Persaingan dan Monopoli. Hal 2 (e-Book)
[4]
Heriyanto, Husain dalam “Filsafat dalam
Kehidupan”. Program
Pascasarjana Universitas
Indonesia. 2009. Hal 1.
0 comments:
Posting Komentar